Mal Ramai Tapi Toko Sepi! Fenomena Rojali-Rohana Pertanda Bahaya Ekonomi?

Mal Ramai Tapi Toko Sepi! Fenomena Rojali-Rohana Pertanda Bahaya Ekonomi?

Mal Ramai Tapi Toko Sepi! Fenomena Rojali-Rohana Pertanda Bahaya Ekonomi?-dok.istimewa-

PAPUABARATDAYA.DISWAY.ID - Pusat perbelanjaan di berbagai kota semakin ramai dikunjungi. Namun, banyak pengunjung hanya jalan-jalan tanpa membeli apa pun. Fenomena ini kini jadi sorotan.

Pemandangan pengunjung mal yang hanya sekadar berjalan-jalan, makan, atau melihat-lihat tanpa berbelanja kini menjadi hal yang umum. Tren ini bahkan ramai dibahas di media sosial hingga forum-forum ekonomi.

Menurut para ahli, perilaku ini tidak hanya terkait selera belanja atau gaya hidup. Ada berbagai faktor yang memengaruhinya, mulai dari tekanan ekonomi, kondisi psikologis, hingga perubahan kebiasaan sosial.

Rojali, Rohana, dan Kini Robeli

Istilah Rojali (Rombongan Jarang Beli) dan Rohana (Rombongan Hanya Nanya) muncul untuk menggambarkan kebiasaan masyarakat yang datang ke mal tanpa berbelanja. Kini, muncul istilah baru yaitu Robeli (Rombongan Benar-Benar Beli) yang mencerminkan harapan akan meningkatnya konsumsi masyarakat.

Ketua Bidang Perdagangan Apindo, Anne Patricia Sutanto, menyebut istilah Robeli bisa menjadi kenyataan jika daya saing produk dalam negeri meningkat dan daya beli masyarakat pulih.

"Kalau kita punya daya saing, investasi tumbuh dan masyarakat punya buying power. Jadi bukan Rojali-Rohana lagi, tapi Robeli," ujar Anne.

Bukan Cuma gaya hidup, Tapi Tanda Turunnya daya beli

Ketua Umum Apindo, Shinta Kamdani, mengungkapkan bahwa fenomena ini menunjukkan turunnya permintaan di sektor ritel. Ia menyebut pelaku usaha ritel benar-benar merasakan dampaknya.

"Ini berhubungan langsung dengan daya beli. Banyak pelaku ritel mengalami penurunan permintaan yang signifikan," katanya.

Sementara itu, Ketua Umum APPBI, Alphonsus Widjaja, menyebut penyebab Rojali dan Rohana berbeda-beda tergantung kelas sosial.

  • Kelas menengah atas cenderung menahan belanja karena faktor global seperti ketidakpastian ekonomi dan lebih memilih investasi.
  • Kelas menengah bawah lebih terdampak karena uang belanja yang makin terbatas, meskipun tetap ingin menikmati suasana mal.

BACA JUGA:Cuma Sekali Seumur Hidup! Koperasi Ini Klaim Jadi Harapan Ekonomi Rakyat

Mal Kini Jadi Tempat Kuliner

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menambahkan bahwa tren saat ini bergeser ke mal untuk makan, bukan belanja.

“Sekarang banyak orang ke mal hanya untuk makan. Maka dari itu, banyak mal memperluas area kuliner,” ujarnya.

Efek Belanja Online dan Data BPS

Selain itu, belanja online juga ikut berperan. Banyak konsumen datang ke toko fisik hanya untuk melihat produk, lalu membeli secara online dengan harga yang lebih murah.

Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, Ateng Hartono, menilai bahwa Rojali dan Rohana mencerminkan tekanan konsumsi di masyarakat. Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2025 menunjukkan konsumsi turun bukan hanya di kelas bawah, tapi juga kelas atas.

"Ini harus dicermati. Konsumsi rumah tangga adalah penopang utama ekonomi Indonesia," tegas Ateng.

BI Turunkan Suku Bunga, Tapi Cukupkah?

Untuk merespons kondisi ini, Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan atau BI-Rate. Tujuannya agar bunga kredit lebih terjangkau dan daya beli masyarakat meningkat.

Namun, upaya ini perlu didukung oleh berbagai kebijakan lain agar konsumsi masyarakat kembali menggeliat dan ekonomi nasional tetap terjaga.

Sumber: